Friday, November 30, 2018

MAKALAH ILMU PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Dunia pendidikan terus berkembang. Berbagai filsafat yang mendasari pendidikan berkembang semakain pesat, dari perkembangan filsafat-filsafat tersebut pada akhirnya melahirkan berbagai  teori-teori pembelajaran. Hadirnya teori-teori pembelajaran memberi paradigma baru dalam dunia pendidikan terutama tentang hakikat dari pendidikan itu sendiri. Paradigma yang memberi nuansa baru dalam dunia pendidikan antara lain tentang perbedaan antara mendidik dan mengajar. Sebelum berkembangnya teori-teori pembelajaran seperti sekarang ini  seringkali kita menyamakan arti mendidik dan mengajar namun setelah berkembangnya berbagai filsafat pendidikan dan teori-teori pembelajaran, mendidik dan mengajar dipandang mempunyai arti yang berbeda. Dari konsep mendidik mengajar tersebut pada  akhirnya menimbulkan pertanyaan, sampai kapankah manusia harus belajar? Atau dengan kata lain sampai kapankah pendidikan itu dilaksanakan? Apakah sebatas pada sekolah formal layaknya SD,SMP, SMA,PT, atau setelah itu mengikuti kursus ataukah manusia itu akan belajar selama hidupnya/belajar sepanjang hayat terlepas dari mana dia memperoleh sumber belajar dan dengan cara apa dia belajar. Merujuk pada konsep belajar sepanjang hayat yang sedang tren saat ini tentu kita akan bertanya-tanya tentang berbagai jenis pendidikan. Sejauh yang kita tahu pendidikan hanya bisa dikenyam pada sekolah atau lembaga-lembaga formal dan informal lainnya.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan  masalah sebagai berikut:
1.2.1        Apakah perbedaan antara mendidik dan mengajar?
1.2.2        Sampai kapan pendidikan itu dilaksanakan?
1.2.3        Apa saja macam pendidikan?



1.3  Tujuan
1.3.1        Mendeskripsikan perbedaan mendidik dan mengajar
1.3.2        Mendeskripsikan sampai kapan pendidikan itu dilaksanakan
1.3.3        Mengidentifikasi macam-macam pendidikan



























BAB II
PEMBAHASAN

2. Hakekat Pendidikan
              Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
2.1 Perbedaan Antara Mendidik Dan Mengajar
Pada hakikatnya, antara mengajar dan mendidik tidak ada perbedaan yang tegas, karena keduanya tidak dapat dipisahkan. Terdapat beberapa perbedaan pendapat antara mendidik dan mengajar. Yakni bahwa mendidik adalah suatu usaha yang dilakukan oleh guru untuk membentuk watak, susila, dan budi pekerti anak agar dapat menjadi manusia yang bertanggung jawab. Sedangkan mengajar adalah suatu usaha yang dilakukan oleh guru untuk mengajarkan suatu ilmu pengetahuan atau melatih keterampilan anak. Dapat kita simpulkan perbedaan mendasar antara mendidik dan mengajar adalah mendidik lebih mengarah pada usaha membelajarkan siswa bagaimana belajar, pembentukan sikap mental/kepribadian bagi anak didik sedangkan mengajar lebih menekanakan pada transfer pengetahuan. keterampilan dan keahlian tertentu yang berlangsung bagi semua manusia pada semua usia. Contoh seorang guru matematika mengajarkan kepada anak pintar menghitung, tapi anak tersebut tidak penuh perhitungan dalam segala tindakannya, maka kegiatan guru tersebut baru sebatas mengajar belum mendidik. Jadi, jika hasil pengajaran dapat dilihat dalam waktu singkat atau paling lama tiga tahun, keluaran pendidikan tidak dapat dilihat sebagai satu hasil yang segmentatif. Hasil pendidikan tercermin dalam sikap, sifat, perilaku, tindakan, gaya menalar, gaya merespons, dan corak pengambilan keputusan peserta didik atas suatu perkara.



2.2  Sampai Kapan Pendidikan Itu Dilaksanakan
               Manusia hidup
2.3 Macam - Macam Pendidikan
Dalam pendidikan, terdapat macam-macam pendidikan, antara lain pendidikan jasmani dan pendidikan rohani, yang meliputi pendidikan kecakapan, pendidikan ketuhanan, pendidikan kesusilaan, pendidikan keindahan, dan pendidikan kemasyarakatan.
2.3.1 Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani adalah suatu segi pendidikan yang sangat penting, yang tidak dapat dipisahkan dari segi-segi pendidikan yang lain. Bahkan, dapat dikatakan bahwa pendidikan jasmani itu merupakan salah satu alat yang utama bagi pendidikan rohani. Tujuan pendidikan jasmani adalah untuk membentuk kepribadian.
Pendidikan jasmani telah dilaksanakan sejak anak masih kecil di dalam keluarga oleh orang tuanya. Demikianlah, pendidikan jasmani yang diterima oleh anak untuk pertama kalinya merupakan tugas orang tua. Setelah anak bersekolah, segala sesuatu tentang pendidikan jasmani yang telah dimulai dari dalam rumah tangga diteruskan dan diperbaiki oleh sekolah.
Tugas sekolah terhadap pendidikan jasmani anak mempunyai dua segi, antara lain :
1)   Segi positif, yang berarti secara langsung berusaha memupuk perkembangan jasmani anak, seperti kesehatan, ketangkasan, dan keberanian.
2)   Segi preventif, yang berarti secara tidak langsung menjaga perkembangan dan kesehatan jasmani anak supaya tidak mengalami gangguan.

2.3.2 Pendidikan Kecakapan
Pendidikan kecakapan atau pendidikan intelek ialah pendidikan yang bermaksud mengembangkan daya pikir (kecerdasan) dan menambah pengetahuan anak-anak. Sekolah merupakan suatu badan yang terutama sebagai tempat penyelenggara pendidikan intelek. Pendidikan kecakapan merupakan syarat atas dasar untuk melaksanakan macam-macam atau segi-segi pendidikan yang lain. Namun, pada kenyataannya kebanyakan sekolah masih lebih mementingkan pendidikan yang sifatnya kognitif, kurang memperhatikan aspek-aspek pendidikan yang lainnya.
Pendidikan kecerdasan mempunyai dua tugas yang penting, antara lain :
1)   Pembentukan fungsional (pengaruh ilmu jiwa daya)
Pembentukan fungsional atau pembentukan formal ialah pembentukan fungsi-fungsi jiwa, seperti pengamatan, ingatan, fantasi, berpikir, perasaan, dan kemauan.
2)   Pembentukan material
Pendidikan intelek disebut sebagai pembentukan material jika didalamnya bermaksud menambah ilmu pengetahuan atau bahan-bahan (materi) yang dibutuhkan di dalam kehidupan manusia, seperti tanggapan-tanggapan, pengertian-pengertian, pengetahuan-pengetahuan siap (parate kennis), dan keterampilan-keterampilan yang penting bagi kehidupan.

2.3.3 Pendidikan Agama
Di Negara Indonesia, pendidikan agama diselenggarakan dan diatur oleh Departemen Agama yang bekerjasama dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pada mulanya, Depag mengatur dan menyelenggarakan sekolah-sekolah yang berbasis agama saja. Tetapi seiring perkembangan di bidang pendidikan, maka Depag bekerjasama dengan Depdikbud untuk menyelenggarakan pendidikan di Madrasah dengan memberikan pelajaran-pelajaran umum dan menyesuaikan tingkatan sekolahnya dengan tingkatan sekolah umum yang diselenggarakan oleh Depdikbud. Namun, perkembangan tersebut menimbulkan masalah, terutama dalam pengelolaan kurikulum, peningkatan mutu agar sejajar dengan sekolah umum, dan pengangkatan guru-gurunya.
Bagi sekolah non-Islam, tidak teralu mengalami masalah karena penyelenggaraanya ditangani di sekolah-sekolah umum atau di sekolah-sekolah umum swasta yang didirikannya.

2.3.3.1 Tujuan Pendidikan Agama Dan Pengelolaannya
            Dengan bertitik tolak dari GBHN 1983 – 1988, dapat dirumuskan bahwa tujuan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum adalah untuk mendidik anak-anak supaya menjadi orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang berarti taat dan patuh menjalankan perintah serta menjauhi larangan-Nya seperti yang diajarkan di dalam Kitab Suci yang dianut agama masing-masing. Pada sekolah-sekolah negeri terdapat dualisme pengelolaan guru, yaitu guru-guru vak umum diangkat dan dikelola oleh Depdikbud, sedangkan guru-guru agama diangkat dan dikelola oleh Depag. Adanya dualisme ini ternyata kemudian dirasakan sebagai suatu kepincangan, terutama bagi pengelolaan pendidikan oleh kepala sekolah. untuk mengatasi kepincangan tersebut, akhirnya pada 1983 – 1984 pengangkatan dan pengelolaan guru-guru agama secar berangsur-angsur diserahkan pada Depdikbud.
2.3.3.2 Proses Penanaman Pendidikan Agama Pada Anak - Anak
            Secara pedagogis, pendidikan agama harus sudah ditanamkan pada anak sejak masih kecil. Sama halnya, dengan segi-segi pendidikan lainnya, pendidikan agama menyangkut tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ini berarti bahwa pendidikan agama buka hanya sekedar memberi pengetahuan tentang agama, tetapi yang utama adalah membisakan anak taat dan patuh menjalankan ibadat dan berbuat serta bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang telah ditetapkan dalam agamanya masing-masing.

2.3.4 Pendidikan Kesusilaan
2.3.4.1 Tujuan Pendidikan Kesusilaan
            Pendidikan kesusilaan atau pendidikan budi pekerti sebenarnya erat sekali hubungannya dengan pendidikan agama. Pendidikan kesusilaan tidak dapat terlepas dari pendidikan sosial atau kemasyarakatan. Kesusilaan timbul di dalam dan karena adanya masyarakat. Maksud dan tujuan pendidikan kesusilaan ialah memimpin anak setia serta mengerjakan segala sesuatu yang baik dan meninggalkan yang buruk atas kemauan sendiri dalam segala hal. 
2.3.4.2 Dasar-Dasar Pendidikan Kesusilaan
            Untuk dapat melaksanakan pendidikan kesusilaan dengan baik, maka seorang pendidik harus mengetahui dasar-dasarnya. John Dewey menegaskan bahwa pendidikan kesusilaan tidak akan berhasil hanya dengan berpidato tentang baik dan buruk. Dalam pembentukan watak manusia, menurut John Dewey ada tiga unsur yang penting, yaitu kemauan yang timbul atas inisiatif anak sendiri, kejernihan keputusan yang dapat terbentuk melalui pengalaman anak secara langsung, dan kehalusan perasaan yang dapat ditanamkan dan dikembangkan dengan bekerjasama dalam pergaulan sehari-hari anak.
2.3.4.3 Sumber-Sumber Kesusilaan
            Dalam mencari norma-norma kesusilaan itu, orang dapat berpedoman pada sumber-sumber sebagai berikut :
a)    Agama sebagai sumber kesusilaan
Tiap agama mempunyai peraturan-peraturan, hukum-hukum tentang baik dan buruk yang harus dijauhi ataupun dijalankan oleh penganutnya.
b)   Negara sebagai sumber kesusilaan
Pancasila sebagai dasar negara, bukan berarti hanya sebagai norma-norma kesusilaan yang bersifat nasional saja yang dianjurkan, melainkan juga norma-norma yang bersifat umum, yang berlaku bagi semua manusia di dunia ini.
c)    Masyarakat sebagai sumber kesusilaan
Di dalam masyarakat kecil terdapat solidaritas atau rasa setia kawan yang sangat kuat, dengan adanya saling tolong-menolong dan sikap tenggang rasa. Dengan adanya ikatan adat yang masih sangat kuat, kehidupan orang-orang dalam kelompok itu merupakan kehidupan yang seragam, sehingga tidak terdapat perbedaan antara yang satu dan yang lainnya. Norma yang berlaku disana adalah siapa yang berani berbuat sesuatu yang dianggap melanggar adat dan kesusilaan, biasanya akan diasingkan.
d)   Pribadi sebagai sumber kesusilaan
Pendidikan harus mengusahakan agar anak-anak membentuk pendapat sendiri melalui pengamatan dan pengalamannya sendiri.
e)    Filsafat dan ilmu sebagai sumber kesusilaan
Kesusilaan berarti bahwa manusia menggunakan daya-daya pribadinya dengan cara yang bukan hanya menguntungkan orang lain. Dari sini, jelas terlihat bahwa ilmu memberi kita suatu ukuran atau norma kesusilaan

2.3.5  Pendidikan Keindahan
2.3.5.1 Norma-Norma Keindahan
            Setiap manusia yang normal, sejak kecil telah mempunyai dorongan nafsu ke arah keindahan. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pembawaan dan bakat seseorang, lingkungan (milieu) seseorang, aliran seni dan mode yang sedang berlaku, umur seseorang, nama dan kemasyuran pencipta suatu lagu, hubungan kita dengan pencipta kesenian itu.
2.3.5.2 Dasar-Dasar Pendidikan Keindahan
Maksud pendidikan keindahan yang utama ialah mendidik anak-anak supaya dapat merasakan dan mencintai segala sesuatu yang indah dan selalu ingin berbuat dan berlaku menurut norma-norma keindahan.


2.3.5.3 Kebersihan, Kesehatan, Dan Keindahan
Yang dimaksud dengan 3K bukan hanya mengenai benda-benda dan keadaan luar manusia, melainkan juga mengenai batin anak. Jadi, tidak hanya bersih badan dan pakaian saja, tetapi juga jiwanya. Dengan kata lain, pendidikan keindahan tidak terlepas dari pendidikan kesusilaan.
2.3.5.4  Usaha-usaha pendidik
a)    Di dalam rumah tangga
Di dalam rumah tangga orang tua mendidik anak ke arah keindahan melalui membiasakan anak-anak sejak kecil berlaku bersih, membiasakan anak-anak mengerjakan segala sesuatu dengan tertib dan teratur.
b)   Di lingkungan sekolah
Usaha mendidik anak ke arah keindahan melalui kagiatan menghias kelas bersama-sama, mengatur dan memelihara kebun sekolah, dalam berbagai mata pelajaran dapat digunakan untuk memupuk rasa keindahan pada diri anak.

2.3.6  Pendidikan Kemasyarakatan
2.3.6.1 Tugas Dan Tujuan Pendidikan Kemasyarakatan (Pendidikan Sosial)
Tugas dan tujuan pendidikan sosial antara lain mengajar anak-anak yang hanya mempunyai hak saja untuk mengetahui bahwa mereka juga mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan sebagai anggota masyarakat dan sebagai warga negara.
2.3.6.2 Lingkungan Sosial Dan Pendidikan Sosial
Segala pengaruh luar yang datang dari orang lain disebut pengaruh lingkungan sosial. Sedangkan, pendidikan sosial adalah pengaruh yang disengaja yang datang dari pendidik itu sendiri.
2.3.6.3 Usaha-Usaha Pendidik
Di lingkungan keluarga usaha mendidik yang dapat dilakukan melalui membiasakan anak sejak kecil untuk hidup bersih dan tertib, mengajarkan anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, membiasakan anak untuk dapat menahan diri terhadap kehendaknya. Di lingkungan sekolah, usaha yang dapat dilakukan bisa secara praktis, melalui berbagai mata pelajaran, dan pendidikan hendaknya harmonis.

No comments:

Post a Comment

Berkomentar lah dengan bijak.