BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dunia
pendidikan terus berkembang. Berbagai filsafat yang mendasari pendidikan
berkembang semakain pesat, dari perkembangan filsafat-filsafat tersebut pada
akhirnya melahirkan berbagai teori-teori
pembelajaran. Hadirnya teori-teori pembelajaran memberi paradigma baru dalam
dunia pendidikan terutama tentang hakikat dari pendidikan itu sendiri.
Paradigma yang memberi nuansa baru dalam dunia pendidikan antara lain tentang
perbedaan antara mendidik dan mengajar. Sebelum berkembangnya teori-teori
pembelajaran seperti sekarang ini
seringkali kita menyamakan arti mendidik dan mengajar namun setelah
berkembangnya berbagai filsafat pendidikan dan teori-teori pembelajaran,
mendidik dan mengajar dipandang mempunyai arti yang berbeda. Dari konsep
mendidik mengajar tersebut pada akhirnya
menimbulkan pertanyaan, sampai kapankah manusia harus belajar? Atau dengan kata
lain sampai kapankah pendidikan itu dilaksanakan? Apakah sebatas pada sekolah
formal layaknya SD,SMP, SMA,PT, atau setelah itu mengikuti kursus ataukah
manusia itu akan belajar selama hidupnya/belajar sepanjang hayat terlepas dari
mana dia memperoleh sumber belajar dan dengan cara apa dia belajar. Merujuk
pada konsep belajar sepanjang hayat yang sedang tren saat ini tentu kita akan
bertanya-tanya tentang berbagai jenis pendidikan. Sejauh yang kita tahu
pendidikan hanya bisa dikenyam pada sekolah atau lembaga-lembaga formal dan
informal lainnya.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1.2.1
Apakah perbedaan antara mendidik dan mengajar?
1.2.2
Sampai kapan pendidikan itu dilaksanakan?
1.2.3
Apa saja macam pendidikan?
1.3 Tujuan
1.3.1
Mendeskripsikan perbedaan mendidik dan mengajar
1.3.2
Mendeskripsikan sampai kapan pendidikan itu
dilaksanakan
1.3.3
Mengidentifikasi macam-macam pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
2. Hakekat Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
2.1 Perbedaan Antara Mendidik Dan Mengajar
Pada hakikatnya, antara mengajar dan
mendidik tidak ada perbedaan yang tegas, karena keduanya tidak dapat
dipisahkan. Terdapat beberapa perbedaan pendapat antara mendidik dan mengajar. Yakni
bahwa mendidik adalah suatu usaha yang dilakukan oleh guru untuk membentuk
watak, susila, dan budi pekerti anak agar dapat menjadi manusia yang
bertanggung jawab. Sedangkan mengajar adalah suatu usaha yang dilakukan oleh
guru untuk mengajarkan suatu ilmu pengetahuan atau melatih keterampilan anak.
Dapat kita simpulkan perbedaan mendasar antara mendidik dan mengajar adalah
mendidik lebih mengarah pada usaha membelajarkan siswa bagaimana belajar,
pembentukan sikap mental/kepribadian bagi anak didik sedangkan mengajar lebih
menekanakan pada transfer pengetahuan. keterampilan dan keahlian tertentu yang
berlangsung bagi semua manusia pada semua usia. Contoh seorang guru matematika
mengajarkan kepada anak pintar menghitung, tapi anak tersebut tidak penuh
perhitungan dalam segala tindakannya, maka kegiatan guru tersebut baru sebatas mengajar
belum mendidik. Jadi, jika hasil pengajaran dapat dilihat dalam waktu singkat
atau paling lama tiga tahun, keluaran pendidikan tidak dapat dilihat sebagai
satu hasil yang segmentatif. Hasil pendidikan tercermin dalam sikap, sifat,
perilaku, tindakan, gaya menalar, gaya merespons, dan corak pengambilan
keputusan peserta didik atas suatu perkara.
2.2 Sampai Kapan Pendidikan Itu Dilaksanakan
Manusia
hidup
2.3 Macam - Macam
Pendidikan
Dalam pendidikan, terdapat macam-macam
pendidikan, antara lain pendidikan jasmani dan pendidikan rohani, yang meliputi
pendidikan kecakapan, pendidikan ketuhanan, pendidikan kesusilaan, pendidikan
keindahan, dan pendidikan kemasyarakatan.
2.3.1 Pendidikan
Jasmani
Pendidikan jasmani adalah suatu segi
pendidikan yang sangat penting, yang tidak dapat dipisahkan dari segi-segi
pendidikan yang lain. Bahkan, dapat dikatakan bahwa pendidikan jasmani itu
merupakan salah satu alat yang utama bagi pendidikan rohani. Tujuan pendidikan
jasmani adalah untuk membentuk kepribadian.
Pendidikan jasmani telah dilaksanakan
sejak anak masih kecil di dalam keluarga oleh orang tuanya. Demikianlah,
pendidikan jasmani yang diterima oleh anak untuk pertama kalinya merupakan
tugas orang tua. Setelah anak bersekolah, segala sesuatu tentang pendidikan
jasmani yang telah dimulai dari dalam rumah tangga diteruskan dan diperbaiki
oleh sekolah.
Tugas sekolah terhadap pendidikan
jasmani anak mempunyai dua segi, antara lain :
1) Segi
positif, yang berarti secara langsung berusaha memupuk perkembangan jasmani
anak, seperti kesehatan, ketangkasan, dan keberanian.
2) Segi
preventif, yang berarti secara tidak langsung menjaga perkembangan dan
kesehatan jasmani anak supaya tidak mengalami gangguan.
2.3.2 Pendidikan
Kecakapan
Pendidikan kecakapan atau pendidikan
intelek ialah pendidikan yang bermaksud mengembangkan daya pikir (kecerdasan)
dan menambah pengetahuan anak-anak. Sekolah merupakan suatu badan yang terutama
sebagai tempat penyelenggara pendidikan intelek. Pendidikan kecakapan merupakan
syarat atas dasar untuk melaksanakan macam-macam atau segi-segi pendidikan yang
lain. Namun, pada kenyataannya kebanyakan sekolah masih lebih mementingkan
pendidikan yang sifatnya kognitif, kurang memperhatikan aspek-aspek pendidikan
yang lainnya.
Pendidikan kecerdasan mempunyai dua
tugas yang penting, antara lain :
1) Pembentukan
fungsional (pengaruh ilmu jiwa daya)
Pembentukan
fungsional atau pembentukan formal ialah pembentukan fungsi-fungsi jiwa,
seperti pengamatan, ingatan, fantasi, berpikir, perasaan, dan kemauan.
2) Pembentukan
material
Pendidikan
intelek disebut sebagai pembentukan material jika didalamnya bermaksud menambah
ilmu pengetahuan atau bahan-bahan (materi) yang dibutuhkan di dalam kehidupan
manusia, seperti tanggapan-tanggapan, pengertian-pengertian, pengetahuan-pengetahuan
siap (parate kennis), dan keterampilan-keterampilan yang penting bagi
kehidupan.
2.3.3 Pendidikan Agama
Di Negara Indonesia, pendidikan agama
diselenggarakan dan diatur oleh Departemen Agama yang bekerjasama dengan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pada mulanya, Depag mengatur dan
menyelenggarakan sekolah-sekolah yang berbasis agama saja. Tetapi seiring
perkembangan di bidang pendidikan, maka Depag bekerjasama dengan Depdikbud
untuk menyelenggarakan pendidikan di Madrasah dengan memberikan
pelajaran-pelajaran umum dan menyesuaikan tingkatan sekolahnya dengan tingkatan
sekolah umum yang diselenggarakan oleh Depdikbud. Namun, perkembangan tersebut
menimbulkan masalah, terutama dalam pengelolaan kurikulum, peningkatan mutu
agar sejajar dengan sekolah umum, dan pengangkatan guru-gurunya.
Bagi sekolah non-Islam, tidak teralu
mengalami masalah karena penyelenggaraanya ditangani di sekolah-sekolah umum
atau di sekolah-sekolah umum swasta yang didirikannya.
2.3.3.1 Tujuan
Pendidikan Agama Dan Pengelolaannya
Dengan bertitik tolak dari GBHN 1983
– 1988, dapat dirumuskan bahwa tujuan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum
adalah untuk mendidik anak-anak supaya menjadi orang yang takwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, yang berarti taat dan patuh menjalankan perintah serta menjauhi
larangan-Nya seperti yang diajarkan di dalam Kitab Suci yang dianut agama
masing-masing. Pada sekolah-sekolah negeri terdapat dualisme pengelolaan guru,
yaitu guru-guru vak umum diangkat dan dikelola oleh Depdikbud, sedangkan guru-guru
agama diangkat dan dikelola oleh Depag. Adanya dualisme ini ternyata kemudian
dirasakan sebagai suatu kepincangan, terutama bagi pengelolaan pendidikan oleh
kepala sekolah. untuk mengatasi kepincangan tersebut, akhirnya pada 1983 – 1984
pengangkatan dan pengelolaan guru-guru agama secar berangsur-angsur diserahkan
pada Depdikbud.
2.3.3.2 Proses
Penanaman Pendidikan Agama Pada Anak - Anak
Secara pedagogis, pendidikan agama
harus sudah ditanamkan pada anak sejak masih kecil. Sama halnya, dengan segi-segi
pendidikan lainnya, pendidikan agama menyangkut tiga aspek yaitu aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ini berarti bahwa pendidikan agama buka
hanya sekedar memberi pengetahuan tentang agama, tetapi yang utama adalah
membisakan anak taat dan patuh menjalankan ibadat dan berbuat serta bertingkah
laku sesuai dengan norma-norma yang telah ditetapkan dalam agamanya
masing-masing.
2.3.4 Pendidikan
Kesusilaan
2.3.4.1 Tujuan
Pendidikan Kesusilaan
Pendidikan kesusilaan atau
pendidikan budi pekerti sebenarnya erat sekali hubungannya dengan pendidikan
agama. Pendidikan kesusilaan tidak dapat terlepas dari pendidikan sosial atau
kemasyarakatan. Kesusilaan timbul di dalam dan karena adanya masyarakat. Maksud
dan tujuan pendidikan kesusilaan ialah memimpin anak setia serta mengerjakan
segala sesuatu yang baik dan meninggalkan yang buruk atas kemauan sendiri dalam
segala hal.
2.3.4.2 Dasar-Dasar
Pendidikan Kesusilaan
Untuk dapat melaksanakan pendidikan
kesusilaan dengan baik, maka seorang pendidik harus mengetahui dasar-dasarnya.
John Dewey menegaskan bahwa pendidikan kesusilaan tidak akan berhasil hanya
dengan berpidato tentang baik dan buruk. Dalam pembentukan watak manusia,
menurut John Dewey ada tiga unsur yang penting, yaitu kemauan yang timbul atas
inisiatif anak sendiri, kejernihan keputusan yang dapat terbentuk melalui
pengalaman anak secara langsung, dan kehalusan perasaan yang dapat ditanamkan
dan dikembangkan dengan bekerjasama dalam pergaulan sehari-hari anak.
2.3.4.3 Sumber-Sumber
Kesusilaan
Dalam mencari norma-norma kesusilaan
itu, orang dapat berpedoman pada sumber-sumber sebagai berikut :
a)
Agama sebagai sumber kesusilaan
Tiap
agama mempunyai peraturan-peraturan, hukum-hukum tentang baik dan buruk yang
harus dijauhi ataupun dijalankan oleh penganutnya.
b) Negara
sebagai sumber kesusilaan
Pancasila
sebagai dasar negara, bukan berarti hanya sebagai norma-norma kesusilaan yang
bersifat nasional saja yang dianjurkan, melainkan juga norma-norma yang
bersifat umum, yang berlaku bagi semua manusia di dunia ini.
c) Masyarakat
sebagai sumber kesusilaan
Di
dalam masyarakat kecil terdapat solidaritas atau rasa setia kawan yang sangat
kuat, dengan adanya saling tolong-menolong dan sikap tenggang rasa. Dengan
adanya ikatan adat yang masih sangat kuat, kehidupan orang-orang dalam kelompok
itu merupakan kehidupan yang seragam, sehingga tidak terdapat perbedaan antara
yang satu dan yang lainnya. Norma yang berlaku disana adalah siapa yang berani
berbuat sesuatu yang dianggap melanggar adat dan kesusilaan, biasanya akan
diasingkan.
d) Pribadi
sebagai sumber kesusilaan
Pendidikan
harus mengusahakan agar anak-anak membentuk pendapat sendiri melalui pengamatan
dan pengalamannya sendiri.
e) Filsafat
dan ilmu sebagai sumber kesusilaan
Kesusilaan
berarti bahwa manusia menggunakan daya-daya pribadinya dengan cara yang bukan
hanya menguntungkan orang lain. Dari sini, jelas terlihat bahwa ilmu memberi
kita suatu ukuran atau norma kesusilaan
2.3.5 Pendidikan Keindahan
2.3.5.1 Norma-Norma
Keindahan
Setiap manusia yang normal, sejak
kecil telah mempunyai dorongan nafsu ke arah keindahan. Hal tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pembawaan dan bakat seseorang,
lingkungan (milieu) seseorang, aliran
seni dan mode yang sedang berlaku, umur seseorang, nama dan kemasyuran pencipta
suatu lagu, hubungan kita dengan pencipta kesenian itu.
2.3.5.2 Dasar-Dasar
Pendidikan Keindahan
Maksud
pendidikan keindahan yang utama ialah mendidik anak-anak supaya dapat merasakan
dan mencintai segala sesuatu yang indah dan selalu ingin berbuat dan berlaku
menurut norma-norma keindahan.
2.3.5.3 Kebersihan,
Kesehatan, Dan Keindahan
Yang
dimaksud dengan 3K bukan hanya mengenai benda-benda dan keadaan luar manusia,
melainkan juga mengenai batin anak. Jadi, tidak hanya bersih badan dan pakaian
saja, tetapi juga jiwanya. Dengan kata lain, pendidikan keindahan tidak
terlepas dari pendidikan kesusilaan.
2.3.5.4 Usaha-usaha pendidik
a) Di
dalam rumah tangga
Di
dalam rumah tangga orang tua mendidik anak ke arah keindahan melalui membiasakan
anak-anak sejak kecil berlaku bersih, membiasakan anak-anak mengerjakan segala
sesuatu dengan tertib dan teratur.
b) Di
lingkungan sekolah
Usaha
mendidik anak ke arah keindahan melalui kagiatan menghias kelas bersama-sama,
mengatur dan memelihara kebun sekolah, dalam berbagai mata pelajaran dapat
digunakan untuk memupuk rasa keindahan pada diri anak.
2.3.6 Pendidikan Kemasyarakatan
2.3.6.1 Tugas Dan
Tujuan Pendidikan Kemasyarakatan (Pendidikan Sosial)
Tugas
dan tujuan pendidikan sosial antara lain mengajar anak-anak yang hanya
mempunyai hak saja untuk mengetahui bahwa mereka juga mempunyai kewajiban dan
tanggung jawab yang harus dilaksanakan sebagai anggota masyarakat dan sebagai
warga negara.
2.3.6.2 Lingkungan
Sosial Dan Pendidikan Sosial
Segala
pengaruh luar yang datang dari orang lain disebut pengaruh lingkungan sosial.
Sedangkan, pendidikan sosial adalah pengaruh yang disengaja yang datang dari
pendidik itu sendiri.
2.3.6.3 Usaha-Usaha
Pendidik
Di
lingkungan keluarga usaha mendidik yang dapat dilakukan melalui membiasakan
anak sejak kecil untuk hidup bersih dan tertib, mengajarkan anak untuk dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, membiasakan anak untuk dapat menahan
diri terhadap kehendaknya. Di lingkungan sekolah, usaha yang dapat dilakukan
bisa secara praktis, melalui berbagai mata pelajaran, dan pendidikan hendaknya
harmonis.
No comments:
Post a Comment
Berkomentar lah dengan bijak.